Asuransi
atau pertanggungan di Indonesia sebenarnya berasal dari hukum Berat, baik dalam
pengertian maupun adlam bentuknya. Asuransi sebagai bentuk hukum di Indonesia
yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mempunyai beberapa
sifat sebagai berikut: (W irjono
Projodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia jakarta, Inter Masa, 1994, halaman
10)
a.
Sifat Perjanjian
Semua
asuransi berupa perjanjian tertentu (Boyzondere Over Komst), yaitu suatu
pemufakatan antaar dua pihak atau lebih dengan maksud akan mencapai suatu
tujuan, dimana seorang atau lebih berjanji terhAdap seorang lain atau lebih
(pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
b.
Sifat timbal balik (Weder Kerige)
Persetujuan
asuransi atau pertanggungan merupakan suatu persetujuan timbal balik (Weder
Kerige Overeen Komst), yang berarti bahwa masing-masing pihak berjanji akan
melakukan sesuatu bagi
pihak lain.
pihak lain.
Pihak
terjamin berjanji akan membayar uang premi, pihak penjamin berjanji akan
membayar sejumlah uang (uang asuransi) kepada pihak terjamin, apabila suatu
peristiwa tertentu terjadi.
c.
Sifat Konsensual
Persetujuan
asuransi atau pertangungan merupakan suatu persetujuan yang bersifat
konsensual, yaitu sudah dianggap terbentuk dengan adanya kata sepakat antara
kedua belah pihak (pasal 251 KURD).
d.
Sifat Perkumpulan
Jenis
asuransi yang bersifat perkumpulan (Vereeninging ) adalah asuransi saling
menjamin yang terbentuk diantara para terjamin selaku anggota. Asuransi seperti
ini disebutkan dalam pasal 286 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang
menyatakan bahwa asuransi itu takluk pada persetujuannya dan
peraturannya.
Perkumpulan
asuransi diatur dalam Pasal 1635, 1654 dan 1655 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPer), yang dapat disimpulkan bahwa perkumpulan asuransi saling
menjamin merupakan “Zadelijk Lichaam” yang artiny asuransi dalam masyarakat
dapat bertindak selaku orang dan dapat mengadakan segala perhubungan hukum
dengan orang lain secara sah.
Perkumpulan
asuransi dapat bertindak kedalam dan keluar, yaitu kedalam jdapat mengadakan
persetujuan asuransi dengan para anggota selaku terjamin, dan keluar dengan
perbuatan hukum lainnya, persetujuan ini takluk pada ketentuan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), baik dengan anggota sendiri maupun dengan
orang lain.
e. Sifat
Perusahaan
Asuransi
yang mengatur sifat perusahaan adalah asuransi secara premi dimana diadakan
antara pihak penjamin dan pihak terjamin, tanpa ikatan hukum diantara
terjamin dengan orang lain yang juga menjadi pihak terjamin terhadap si
penjamin.
Dalam hal
ini pihak penjamin biasanya bukan seorang individu, melainkan suatu badan yang
bersifat perusahaan, yang memperhitungkan untung rugi dalam tindakannya.
Polis dan
Premi di dalam Asuransi
-
Polis Asuransi
Suatu
perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat konsensual (adanyakesepakatan),
harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta antara pihak yang mengadakan
perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis itu dinaman “polis”. Jadi,
polis adalah tanda bukti perjanjianprtanggungan yang merupakan bukti
tertulis.
Pada
perjanjian asuransi atau pertanggungan antara para pihak, seorang penanggung
harus menyerahkan polis kepada tertanggung dalam jangka waktu sebagai berikut: (Radiks Purba, Op Cit. halaman 59)
- Bila perjanjian dibuat seketika dan langsung antara penanggung dan tertanggung yang dikuasakan tertanggung, maka polis yang telah ditandatangani oleh penanggung harus duserahkan kepada tertanggung dalam tempo 24 jam (pasal 259 KUHD).
- Jika pertanggungan dilakukan mulai makelar asuransi (broker), maka polis yang telah ditandatangani oleh penanggung harus diserahkan kepada tertangung paling lama dalam tempo 8 (delapan) hari (pasal 260 KUHD).
-
Fungsi Umum Polis, adalah :
- Perjanjian pertanggungan (Contract Of Indonesia)
- Sebagai bukti jaminan dri penanggung kepada tertanggung untuk mengganti krugian yang mungkin dialami oleh tergugat akibat peristiwa yang tidak diduga sebelumnya dengan prinsip :
- Untuk mengembalikan tertanggung kepada kedudukannya semula sebelum mengalami kerugian; atau
- Untuk mengindarkan tertanggung dari kebangkrutan (Toial Collapse)
- Bukti pembayaran premi asuransi oleh tertanggung kepada penanggung sebagai balas jasa atas jaminan penanggung.
-
Is polis pada Umumnya dalam Asuransi
Sesuai
dengan peraturan Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), dengan pengecualian
terhadap asuransi atau pertanggungan jiwa, terdapat 8 (delapan) syarat
diantaranya yaitu (.N Purwosujipto, SH. Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang
Indonesia, Hukum Pertanggungan, Jakarta : Djambatan, 1990, halaman 63)
- Hari ditutupnya perjanjian pertanggungan
- ama oranh yang menutup pertanggungan, atas namanya sendiri atau atas tanggungan orang ketiga.
- Uraian yang jelas mengenai benda pertangungan atau obyek yang dijamin
- Jumlah pertanggungan, untuk mana diadakan jaminan (uang asuransi)
- Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung
- Saat mulai dan akhir tenggang waktu, dalam mana didakan jaminan oleh penjamin.
- Jumlah uang Premi yang harus dibayar oleh si terjamin
- Keterangan tambahan yang perlu diketahui oleh penjamin dan janji-janji khusus yang diadakan oleh kedua belah pihak.
-
Premi Didalam Asuransi
Pengertian
premi dalam asuransi atau pertanggungan adalah kewajiban tertanggung, dimana
hasil dari kewajiban tertanggung akan digunakan oleh penangung untuk mengganti
kerugian yang diderita tertanggung.
Premi
biasanya ditentukan dalam suatu presentase dari jumlah pertanggungan, dimana
dalam presentase menggambarkan penilaian penanggung terhadap resiko yang
ditanggungnya, penilaian penanggung berbeda-beda, akan tetapi hal ini
dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran.( mmy Pangaribuan Simanjuntak,
Hukum Pertanggungan, Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, 1990,
halaman 41)
Fungsi dari
premi merupakan harga pembelian dari tanggungan yang wajib diberikan oleh
penanggung atau sebagai imbalan resiko yang diperalihkan pertanggungan dibuat,
kecuali pertanggungngan saling menanggung. Sedangkan mengenai pembayaran premi,
biasanya dibayar tunai pada saat perjanjian pertanggungan ditutup. Tetapi jika
premi diperjanjikan dengan anggaran maka premi dibayar pada permulaan tiap-tiap
waktu angsuran.
Subyek dan
Obyek Asuransi
-
Subyek Asuransi
Dalam
tiap-tiap persetujuan selalu ada 2 (dua) macam subyek, yaitu di satu pihak
seorang atau badan hukum mendapat badan kewajiban untuk sesuatu, dan dilain
pihak ada seorang atau suatu badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan
kewajiban itu, maka dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada pihak berkewajiban
dan pihak berhak. Dengan demikian, para pihak dalam perjanjian pertanggungan
yaitu penanggung dan tertanggung.( bid, halaman 34)
Jadi
berdasarkan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. (KUHD) bisa
disaimpulkan bahwa ada dua pihak yang berperan sebagai subyek asuransi, yaitu
:
- Pihak tertanggung, yaitu pihak yang mempunyai harta benda yang diancam bahaya. Pihak ini bermaksud untuk mengalihkan resiko atas harta bendanya, atas peralihan resiko tersebut pihak tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar premi.
- Pihak penanggung, yakni pihak yang mau menerima resiko atas harta benda orang lain, dengan suatu kontra prestasi berupa premi. Dengan demikian apabila terjadio peristiwa yang mengakibatkan keinginan penanggnglah yang memberi ganti rugi
-
Obyek Asurans
Yang
dipergunakan pada umumny adalah harta benda seseorang atau tepatnya milik atas
harta benda, misalnya ; rumah, bangunan, perhiasan dan benda berharga lainnya.
Dalam hal ini dikatakan bahwa yang pertanggungkan adalah sama dengan benda
pertanggungan.
Disamping
itu bisa terjadi bahwa obyek pertanggungan tidak sama dengan benda
pertanggungan. Contohnya asuransi kendaraan bermotor, benda pertanggungannya
adalah tanggung jawab pemilik pabila kendaraan itu membuat celaka orang
lain.
Jadi ada 3
(tiga) hal yang dapat didipertanggungkan (obyek asuransi), yaitu :
- Risiko pribadi, yaitu kehidupan dan kesehatan.
- Hak milik atas benda
- Tanggung jawab atau kewajiban yang harus dipikul seseorang.
Obyek
pertanggungan dikenal pula dengan sebutan “Kepintangan”. kepentingan merupakan
unsur utama dalam pertanggungan Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) menyebutkan bahwa bila pada waktu pertanggungan seorang tertanggung
tidak mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan, penanggung tidak
wajib memberi ganti rugi.
Mengingat
pentingnya obyek pertanggungan tersebut maka tidak setiap kepentingan dapat
dieprtanggungkan. Agar dapat diprtanggungkan, kepentingan yang dimaksud harus
memenuhi syarat tertentu.
Pasal 268
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyatakan, bahwa yang dapat menjadi
obyek asuransi ialah semua kepentingan yang :
- Dapat dinilai dengan sejumlah uang
- Dapat diancam oleh macam bahaya
- Tidak dikecualikan oleh undang-undang
Ada kalanya
diadakan asuransi terhadap kemungkinan orang menderita karena tidak mendapat
untung dalam suatu perusahaan. Dalam hal ini tidak ada suatu benda berwujud,
yang akan musnah atau akan ada kerusakan dan sebagainya. Jadi selama
persetujuan asuransi berjalan, tidak ada suatu benda yang terlihat sebagai
barang yang terkena suatu macam bahaya.(W irjono Prof Jodikoro, SH., Asuransi di Indonesia,
penerbit PT Intermasa, Jakarta, 1994, halaman 41)
a.
Benda Pertanggungan
Jika seorang
pemilik rumah mempertanggungkan rumahnya terhadap bahaya kebakaran, maka disini
benda pertanggungannya ialah apa yang menjadi obyek dari bahaya itu, yaitu
rumahnya. Kerugian yang timbul disebabkan terbakarnya rumah. Sebagai akibat
kebakaran rumah, maka pemilik menderita suatu kehilangan yang akan diganti
kerugiannya oleh penanggung dan rumah itulah benda yang terkena.
Dalam hal
ini benda pertanggungannya jatuh bersamaan dengan pokok pertanggungannya.(Prof. emmy Pangaribuan Simanjuntak,
Op Cit, Halaman 13 : 14)
b.
Kepentingan Yang Tidak Jatuh Bersamaan Dengan Benda Pertanggungan
Ada pertanggungan
dimana benda pertanggungannya dan pokok pertanggungannya tidak jatuh bersama.
Pokok pertanggungan berbeda dengan benda pertanggungan, walaupun sering
dikemukakan bahwa pokok penanggungan dan benda pertanggungan itu adalah
identik.
Kepentingan
adalah obyek pertanggungan dan merupkan hak subyektif yang mungkin akan lenyap
atau berkurang karena terjadinya suatu peristiwa tak tentu atau tidak pasti.
Unsur kepentingan adalah unsur mutlak harus ada pada tiap-tiap pertanggungan,
baik pada sat ditutupnya pertanggungan maupun pada saat terjadinya
evenemen.
Molengraff
mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan ialah harta kekayaan atau
sebagian dari harta kekayaan tertanggung yang dipertanggungkan yang mungkin
diserang bahaya. Definisi Molengraff ini menunjuk langsung pada benda, yakni
harta kekayaan.
Namun hal
ini sulit dijelaskan pada pertanggungan kendaraan bermotor dengan WA
(Wettelijke Annsprakelijkeheid), yaitu pertanggungan tanggung jawab menurut
hukum. Pada pertentangan jenis ini yang merupakan kepentingan ialah kewajiban
tertanggung menurut hukum terhadap kerugian pada pihak ketiga. Jadi singkatnya
menurut Purwosutjipto, S.H., kepentingan adalah hak dan kewajiban tertanggung
yang dipertanggungkan.
Artikel Pengertian
Asuransi Umum, Tujuan, Definisi, Sifat, Polis, Premi, Subjek dan Objek ini
ditulis dengan referensi foot note agar telihat ilmiah. semoga teman teman
semua dapat mengambil manfaatnya
0 komentar:
Posting Komentar